Senin, 13 Juni 2016

KEPUTUSAN ETIS



KEPUTUSAN ETIS
Contoh Kasus:
Seorang ayah sudah lama menabung uang supay dapat meperbrsar rumahnya yang terlalu kecil untuk istrinya dan ketiga anaknya. Menjelang permulaan pembangunan dua kamar baru, dua adiknya ingin menikah. Orang tua sang ayah mengharapkan supaya ia memberikan uang pembangunan itu untuk pernikahan. Keluarga itu tidak mempunyai sumber uang lain. Apakah orang itu sebaiknya memakai uangnya untuk kamar-kamar baru atau pernikahan adiknya?

            Untuk mendapatkan keputusan etis banyak hal yang harus dipertimbangkan salah satunya adalah lingkungan sekitar, adat istiadat dan sebagainya. Tetapi saya  akan mencoba untuk menarik keputusan etis dari beberapa analisis yang yang saya buat ada beberapa analisis yang saya buat antara lain:
1.      Apakah rumah itu harus dan tidak bisa ditawar lagi untuk dibangun, apakah rumah itu menjadi yang utama?
2.      Disisi lain adalah adiknya harus menikah, uang tidak ada. Tanggal pernikahan sudah ditentukan.
3.      Jikalau keluarga ini adalah orang indonesia dan beradat(Batak), maka kemungkinan uang itu diberikan kepada adiknya, jikalau orang luar uang tersebut tidak akan di berikan kepada adiknya tersebut.
4.      Latar belakang keluarga tersebut, hubungan seorang ayah ini dengan orang tua sang ayah yang akan melangsungkan penikahan.
5.      uang tersebut diberikan untuk menambah uang yang kurang atau untuk memperbesar pesta pernikahan, karena kurang untuk pesta yang besar?
6.      Pernikahan adiknya ini besar atau sedehana? Karena Adat do na geleng adat do na balga(paradigma orang batak)
           
            Dari analisis diatas saya menarik banyak hal yang harus diperjuangkan dan sesuai dengan norma-norma yang telah ada dan situasi lingkungan dan keadaan kita. Disini menurut saya etika itu adalah nurani, jadi untuk mengambil keputusan juga harus ada hati nurani yang berasal dari hati untuk berbuat baik, atau hal yang baik sesuai dengan hati yang di naunggi oleh Roh Kudus.
            Jadi yang mengambil keputuasan disini adalah seorang ayah yang ingin memperluas rumahnya utuk anaknya dan istrinya. Tapi yang dituntut disini adalah keputusannya untuk memberikan atau tidak. Saran dari saya adalah uang itu diberikan kepada adiknya untuk menutupi dana yang keluar agar lancar acara adiknya tersebut,dikarenakan tanggal pernikahan sudah ditentukan, tapi kalau memperluas rumah buat kamar adaknya hal tersebut bisa di tunda. Harus di utamakan hal yang paling utama.
             Hal yang utama menurut saya adalah membantu adiknya, jikalau tidak orang-orang akan mengetahui dan keluarga tersebut akan malu karena kurang dalam acara pernikahan, pernikahan dilangsungkan dengan adat, jikalau adat itu tidak ada maka akan dicap orang lain bahwa keluarga itu na so maradat. Jadi akan bahan pembicaraan. Lebih bagaus untuk adiknya diberikan, itu hal yang tidak bisa di tunda, uang bisa di cari lagi untuk meperluas rumah tersebut. Kelangsungan seseorang yang akan membentuk keluarga baru harus kita bantu dan kita dukung.
            Keputusan ini berlaku jikalau berada di lingkungan kita orang batak, yang mayoritas saling menolong satu dengan yang lainnya yang diikat oleh norma-norma dan adat sekitar. Hal ini berbeda dengan orang yang berada diluar negara, atau di barat, mereka mengutamakan dirinya sendiri dibandingkan dengan orang lain atau saudaranya sendiri, keluargaku adalah keluargaku, keluarganya adalah keluarganya, urusanku adalah membangun rumah akan saya bangun rumah kalau urusan pernikahan adiknya sendiri yang harus membenahi keperluannya. Hal ini menurut saya yang harus dibina untuk saling membantu satu sama lainnya.
            Yang paling etis adalah memberikan uang pembangunan kepada adiknya untuk melangsungkan pernikahan, maka uang tidak menjadi keputusan etis. Itu hanya sebagai sarana saja, dan lagian uang dapat dicari tapi harga diri dan kehormatan dengan lingkungan yang mengikat hal itu yang paling etis. Pasangan hidup yang akan melangsungkan pernikahan adalah hal yang sakral dan tidak bisa ditawar lagi. Rumah bisa ditunda pembangunannya kalau pernikahan bisa? Hanya lingkungan, tradisi dan norma-norma saja yang bisa menjawab.

Misi : Bersukacitalah



Misi : Bersukacitalah
(Fil. 4:4)

I.                   PENDAHULUAN
Filipi 4:4: Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan:                                     Bersukacitalah!
            Surat Filipi adalah surat yang penuh berisi sukacita di dalam Kristus. Surat ini ditulis sebagai surat pribadi dari Rasul Paulus bersama Timotius kepada jemaat di Filipi. Paulus bersukacita karena orang kudus di Filipi dan ia bermaksud mengucapkan terima kasih kepada mereka karena pemberian kasih yang diberikan kepadanya (Fil. 1:5; 4:10–19). Dalam surat ini ia juga menjelaskan sukacitanya sebagai orang tahanan di Roma. Paulus menganjurkan orang Filipi untuk bertahan dalam aniaya dan kesusahan dengan bersukacita. Selain itu, ia pun memberi nasehat kepada orang di Filipi supaya melawan orang yang mau “meyahudikan” mereka dan orang yang mau hidup tanpa kekudusan. Untuk memahami latar belakang penulisan surat sukacita ini, mari kita pelajari berbagai sisi dari kota Filipi maupun jemaat di dalamnya.
            Surat Filipi ditulis kepada jemaat di Filipi kira-kira tahun 60-62M, sewaktu Paulus dipenjara di Roma. Filipi merupakan salah satu surat yang disebut sebagai “surat penjara”, karena ditulis oleh Paulus dari penjara di Roma. ”Surat-surat penjara” lainnya adalah surat Efesus, Kolose dan Filemon (Kis. 28:16, 30-31). Hal yang tampak sangat jelas dalam Surat Filipi adalah walaupun Paulus ditahan dan diikat dalam penjara, namun hatinya tetap penuh sukacita sewaktu dia mengingat jemaat-jemaat yang didirikannya, khususnya jemaat di Filipi.
Kemudian dalam pasal keempat, Kristus yang adalah kehidupan kita, teladan kita, tujuan kita, dapat dilihat sebagai kekuatan, kesanggupan dan kuasa kita. Di dalam Kristuslah terdapat kuasa untuk memperlengkapi kita, untuk hidup seperti Kristus hidup di dalam dunia ini.  “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Fil. 4:13). Dengan kuasa Kristus kita dapat hidup dalam persatuan, dalam hubungan yang dapat mengatasi segala perselisihan dan konflik. Euodia dan Sintikhe dinasihati supaya sehati sepikir dalam Tuhan. Dengan kuasa Kristus kita dapat bersukacita dalam segala sesuatu! Dengan kuasa Kristus kita dapat mengatasi segala kekuatiran dengan doa, pemohonan dan pengucapan syukur! Dengan kuasa Kristus kita dapat mengalami damai sejahtera yang luar biasa dan segala pikiran kita dapat diubah menjadi tenang dan penuh kekudusan dan damai! Dengan kuasa Kristus kita dapat hidup dalam kelimpahan atau kekurangan, kekenyangan atau kelaparan. Mengapa? Karena dalam Kristus kita dapat berkata dengan yakin,  “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.” (Fil. 4:19).Surat ini menjelaskan bagaimana seorang dapat hidup berkemenangan dan bersukacita di tengah aniaya, tekanan, tantangan, penderitaan dan kesusahan. Kristus adalah hidup kita. Kristus adalah teladan kita. Kristus adalah tujuan kita. Kristus adalah kekuatan kita. Itu sebabnya, memiliki Kristus cukup untuk kita dapat senantiasa bersukacita, karena memiliki Kristus adalah memiliki segalanya.

II.                ISI
Orang percaya harus bersukacita dan memperoleh kekuatan dengan mengingat akan kasih karunia dan dekatnya Tuhan serta janji-janji-Nya. Inilah yang menjadi landasan mengapa saya memilih nats ini. Dengan apa yang saya lihat di sekitar saya sudah banyak manusia yang tidak bersukacita dan selalu menyalahkan dirinya, Tuhan dan orang sekitarnya. Semua itu dipersalahkan tapi lepas dari pada itu saya orang Kristen yang mengenal bahwa hanya Tuhan Allah saja sumber sukacita saya maka dari pada itu saya ingin membuat Clinical Pastoral Education (CPE) utnuk membantu para lansia dan orang yang merasakan beban yang sangat dalam ketika orang orang yang dikasihi telah meninggalkan mereka karena kematian yang memisahkan.
            Melalui Clinical Pastoral Education (CPE) membantu mereka menemukan dasar mengapa mereka harus bersukacita. Saya akan melatih orang-orang yang saya akan rekrut untuk bergabung disini, agar siap untuk mempastorali orang-orang lansia dan yang tertimpa musibah. Untuk membuka Clinical Pastoral Edication dan menjalankannya saya membutuhkan dana awal sebesar 50 juta rupiah untuk merekrut, membuat pelatihan seminar dan mengunjungi para lansia utuk meneguhkan bahwa mereka harus bersukacita dan mengajari apa arti hidup dan makna hidup dan bersukacitalah karena Tuhan Allah selalu senantiasa menjagai kita. Hal ini menjadi langkah awal untuk para lansia untuk mengerti apa arti hidup dan makna hidup agar bersukacita didalam Yesus Kristus yang adalah sumber pengharapan umat Kristen yang ada di dunia ini.

III.             PENUTUP
            Dunia ini penuh dengan tantangan dan masalah jadi setiap orang akan mengalami problemnya sendiri dan harus berpengharapan bersamaNya saja. Jangan menyerah dan berjuangkalah dan bersukacitalah senantiasa sekali lagi kukatakan bersukacitalah! Sebagai yang telah mengenal dan mempercayai Dia di dalam diri kita sendiri terutama kepada para lansia dan orang yang dilanda masalah.

IBADAH MENINGKATKAN SPIRITUALITAS



IBADAH MENINGKATKAN SPIRITUALITAS
(Studi tentang Ibadah Kristen dan Perkembangan Iman Jemaat)

       I.            Pendahuluan
            Ibadah bukanlah suatu ucapan syukur yang dapat dilimpahkan kepada orang lain (ex opere operato) untuk memperoleh pengampunan dosa bagi mereka atau membebaskan roh orang yang sudah meninggal. Teori yang mengatakan bahwa upacara berguna bagi yang beribadah atau bagi orang lain tanpa iman adalah bertentangan dengan pembenaran oleh iman. Liturgi berasal dari kata leita yang artinya milik umum atau pelayanan, yang arti kata kerjanya ialah memelihara atau mengasuh milik umum. Bagi pembaca bahasa Yunani,, liturgi diartikan sebagai ‘tanggungjawab umum’akan tetapi bagi orang Protestan istilah liturgi lebih cocok diartikan kedalam ‘pelayanan umum’.[1]
Kehidupan baru dalam Kristus harus ditampakkan dalam liturgi, dengan unsur-unsur yang saling berkaitan yaitu persembahan, doa, nyanyian dan pelaksanaan perintah Allah dari khotbah. Dan melalui kesinambungan yang tidak boleh dipisah-pisahkan tersebut akan terlihat bagaimana bahwa liturgi berperan juga untuk membangun iman jemaat. Perayaan atau pelayanan adalah dua fokus kehidupan yang seharusnya saling memotivasi, sehingga terjadi aliran yang tidak putus-putusnya antara keduanya. Oleh karena kompleksitas yang tidak dapat dipisah-pisahkan tersebut maka penulis mencoba untuk membahas bagaimana melalui kolekte/ persembahan, doa, dekalog, nyanyian dan khotbah serta berkat dapat membangun iman jemaat dengan lebih terfokus kepada perenungan-perenungan (kontemplasi) yang diciptakan/ terbentuk/ muncul dalam masing-masing unsur liturgis secara terpisah-pisah untuk lebih memudahkan pengenalan akan hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. Akhirnya tiada gading yang tidak retak, bila ada kekurangan disana-sini, saya memohonkan kepada Bapak untuk memberikan saran yang dapat membantu saya agar dapat lebih baik lagi.
    II.            Etimologi, Pengertian Ibadah
Ø  Etimologi Ibadah
            Istilah yang sering digunakan untuk ibadah adalah Liturgi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu leitourgoi yang terdiri dari dua kata yakni laos (bangsa, umat, rakyat) dan ergon (karya, pelayanan, tugas dan perbuatan). Kata leitourgia berarti melakukan suatu pekerjaan rakyat atau karya rakyat.[2]
Dalam kebudayaan Yunani kuno, liturgi adalah suatu pelayanan yang dilakukan oleh rakyat kepada bangsanya yang dilakukan secara bakti atau dibaktikan. Namun sejak abad ke-4 sM, istilah liturgi mendapat arti teologis/kultis yang berati ibadah atau pelayanan. Jadi ibadah kepada Allah tidak hanya lewat nyanyian, pujian secara verbal, tetapi beribadah kepadaNya melalui pelayanan hidup kepadaNya.[3]
            Ada beberapa defenisi tentang ibadah atau liturgi menurut beberapa teolog Kristen:[4]
Menurut Prof. Paul W. Hoon bahwa ibadah itu terikat secara langsung pada peristiwa-peristiwa sejarah penyelamatan. Setiap peristiwa dalam ibadah terikat secara langsung pada waktu dan sejarah sambil menjembatani mereka dan membawa mereka ke dalam kehidupan masa kini. Inti ibadah adalah Allah sedang bertindak untuk memberikan hidupNya bagi manusia dan membawa manusia mengambil bagian dalam kehidupan itu. Jadi semua gerak hidup Kristen adalah bagian dari ibadah. Ibadah Kristen adalah “penyataan dan “tanggapan”. Di tengah keduanya adalah Yesus Kristus yang menyingkapkan Allah kepada kita dan melalui siapa kita membuat tanggapan kita. Ibadah menjadi suatu hubungan timbal-balik: Allah mengambil inisyatif dalam mencari manusia melalui Yesus Kristus dan manusia menjawabnya melalui Yesus Kristus dengan menggunakan emosi, kata-kata dan bermacam-macam perbuatan atau tindakan.
Menurut Peter Brunner seorang teolog Lutheran bahwa ibadah adalah pelayanan Allah kepada manusia dan pelayanan manusia di kepada Allah. Dalam hal ini Allah-lah yang berinisyatif dalam keduanya, pemberian Allah mengundang penyembahan manusia kepada Allah. Pemberian diri Allah terjadi dalam peristiwa-peristiwa sejarah dan dalam realitas-realitas masa kini. Jadi tidak ada yang terjadi dalam ibadah kecuali bahwa Tuhan kita yang pengasih itu sendiri berbicara kepada kita melalui firmanNya yang kudus dan bahwa kita, pada gilirannya, berbicara kepadaNya dalam doa dan nyanyian pujian sebagai suatu tindakan ketaatan baru yang ditanamkan oleh Roh Kudus.
Menurut Prof. Jean-Jacques von Allmen bahwa ibadah adalah epifani (penampakan diri) gereja yang karena menyimpulkan sejarah keselamatan, memampukan gereja untuk menjadi dirinya sendiri, untuk menjadi sadar akan dirinya sendiri dan untuk mengakui apa yang sebenarnya esensial. Gereja mendapatkan identitas dirinya dalam ibadah karena hakikatnya yang riil dijadikan nyata dan gereja dituntun untuk mengakui keberadaannya sendiri yang sebenarnya. Ibadah menjadi suatu pertanda adanya penghakiman dan pengharapan yang semuanya terletak di tangan Allah. Jadi ibadah mengandung tiga dimensi: rekapitulasi (pengulangan), epifani (penampakan diri) dan penghakiman.
Evelyn Underhill mengatakan bahwa ibadah dalam semua derajat dan jenisnya adalah tanggapan dari ciptaan kepada Yang Abadi. Upacara melalui mana semua ibadah diekspresikan muncul sebagai suatu emosi keagamaan yang khas. Ibadah dikarakteristikkan oleh konsep dari orang yang beribadah itu tentang Allah dan hubungannya dengan Allah. Ibadah Kristen adalah khas oleh keberadaannya yang selalu dikondisikan oleh kepercayaan Kristen dan khususnya kepercayaan tentang hakikat dan tindakan Allah. Ibadah Kristen merupakan “tindakan supernatural, kehidupan supernatural yang melibatkan tanggapan khas terhadap penyataan yang khas.” Ibadah Kristen mempunyai ciri khas yang konkret karena dia ada hanya melalui gerakan dari Allah yang kekal itu ke arah ciptaanNya, bahwa perangsang diberikan kepada ibadah manusia yang terdalam dan daya tarik dibuat untuk kasih pengorbanannya. Doa dan perbuatan adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mejawab sapaan firman Allah.
George Florovsky mengatakan bahwa ibadah Kristen merupakan jawaban mansuia terhadap panggilan ilahi terhadap tindakan-tindakan yang penuh kuasa Allah yang berpuncak dalam tindakan pendamaian dalam Kristus. Keberadaan Kristen adalah secara esensial bersifat persekutuan, menjadi orang Kristen berarti masuk dalam komunitas di dalam gereja. Dalam komunitas ini Allah aktif dalam ibadah sama seperti mereka yang beribadah itu sendiri. Ibadah Kristen utamanya dan secara esensial adalah kegiatan puji-pujian dan penyembahan yang juga mengimplikasikan pengakuan penuh syukur atas kasih Allah yang merangkul kita dan kebaikan kasihNya yang menebus manusia.
Menurut Nikos A. Nissiotis bahwa ibadah pertama-tama bukanlah inisyatif manusia melainkan tindakan perdamaian Allah dalam Kristus melalui RohNya. Oleh kekuatan Roh Kudus gereja sebagai tubuh Kristus dapat menawarkan ibadah yang mempunyai suka cita, sebagai tindakan dari Allah dan yang ditujukan kepada Allah sendiri.
Menurut Irenius bahwa kemuliaan Allah adalah kehidupan manusia yang penuh. Tidak ada sesuatu pun yang memuliakan Allah selain dari seorang manusia yang dijadikan kudus, tidak ada sesuatu pun yang mungkin membuat seseorang menjadi kudus selain dari keinginan untuk memuliakan Allah. Kemuliaan Allah dan pengudusan manusia keduanya memberikan karakterisasi pada ibadah Kristen.
Dari beberapa defenisi di atas dapat dikatakan bahwa ibadah adalah tindakan Allah sendiri, Allah-lah yang mengambil inisyatif pertama kemudian manusia menyambutnya atau merespons tindakan Allah tersebut melalui upacara atau perayaan baik secara personal maupun secara komunal.
Ibadah adalah kata yang umum dan inklusif bagi peristiwa (ritual-ritual) yang menegaskan kehidupan ketika gereja menyelenggarakan pertemuan bersama guna mengekspresikan iman mereka (liturgi) dalam puji-pujian, mendengarkan firman Allah, dan merespons kasih Allah dengan berbagai karunia dari kehidupan mereka. Gereja-gereja melakukan banyak hal, tetapi yang paling umum dan terpenting yang dilakukan oleh suatu gereja adalah ibadah. Ibadah adalah sumber dasar bagi segalanya dari gereja dan apa yang dilakukannya. Jika ibadah suatu gereja kekurangan integritas, autensitas, keramahan dan keyakinan, kita mengatakan bahwa hal-hal ini akan juga kurang dalam kehidupan yang lainnya.
Konsep-konsep ritual (yang melaluinya suatu tatanan dipelihara, komunitas dibangun, dan membawa pada perubahan) dan liturgi (yang melaluinya bentuk dan substansi dari iman keseluruhan orang itu dibuat) memberikan kejernihan pada pemahaman kita. Akan tetapi, makna kata ibadah itu sendiri masih kabur. Kata Inggris worship berasal dari kata sekuler Inggris Kuno weorthscipe , yang secara harfiah berarti weorth (berharga) dan scipe (kapal), yag berarti memberikan pengahargaan atau penghormatan kepada seseorang.[5]
 III.            Perbuatan Allah yang Menakjubkan
Alkitab menuturkan secara jelas bahwa semua yang ada dan semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah. Hal ini disebut sebagai penyataan atas kuasa Allah sendiri. Ia yang menciptakan langit dan bumi dan segala isinya (Kej. 1) dari yang tidak ada menjadi ada. Penciptaan tidak hanya berakhir di situ saja namun berlanjut pada tindakan pemeliharaan Allah terhadap semua ciptaan. Tindakan Allah untuk memelihara alam adalah untuk kemuliaanNya sendiri. Kelestarian alam mewujudkan kesempurnaan dari ciptaan itu sendiri, bahwa Allah menciptakan semua baik adanya.
Allah tidak hanya memelihara alam ini, namun ia juga memelihara manusia dalam sejarah perjalanan kehidupannya. Kitab Perjanjian lama mengungkapkan bahwa Allah sering menampakkan diriNya (theofani) kepada bapa-bapa leluhur sebagai pertanda bahwa Allah dekat dengan manusia demi keselamatan manusia itu sendiri.[6]
Dalam karyaNya, Allah menyatakan (mengungkapkan, membuka atau menyingkapkan) diriNya.[7] Penyataan yang dilakukan Allah bisa melalui komunikasi Allah dengan manusia, melalui penglihatan yang diberikanNya, firman yang diucapkanNya, perbuatan yang dilakukanNya dan melalui sejarah perjalanan kehidupan manusia. Artinya Allah melakukan penyataan melalui peristiwa sejarah maupun melalui firmanNya.
Allah menyatakan diriNya melalui firmanNya sekaligus juga melalui tindakanNya.[8] Pembebasan Israel dari perbudakan Mesir yang disertai dengan peristiwa-peristiwa  dahsyat adalah penyataan Allah melalui karyaNya. Penyataan yang dilakukan Allah ini bertujuan agar memiliki dampak bagi manusia yang menerimanya. Manusia harus memperhatikan, mempelajari dan menanggapinya. Penyataan ini bertujuan sebagai tindakan penyelamatan yaitu untuk menghapuskan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa dan memulihkan manusia pada keadaannya semula.
Allah menyatakan kebenaran mengenai diriNya bukan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia melainkan menyelesaikan rencanaNya yang terutama untuk mencapai keselamatan. Allah bermaksud memulihkan manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa kepada hakikatnya yang semula pada saat diciptakan. Dan selanjutnya Allah memimpin mereka kepada pemahaman yang sempurna mengenai diriNya dan persekutuan yang yang sempurna yang merupakan titik puncak keselamatan.
Puncak karya penyataan Allah adalah melalui Tuhan Yesus Kristus. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia mengaruniakan anakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh.3:16). Allah telah mengambil rupa manusia (imago humanis) untuk menyelamatkan manusia itu sendiri. Perjanjian baru dengan jelas mengungkapkan bahwa melalui kematian Yesus menjadi tanda perbutan Allah yang sangat besar dalam menyelamatkan manusia. Kematian Yesus dilihat sebagai suatu jalan pendamaian Allah dengan manusia yang berdosa.[9] Manusia tidak dapat memperoleh pembenaran dari dirinya sendiri dan Allah telah menyiapkannya di dalam Yesus Kristus. Salib Kristus adalah jalan pembenaran bagi manusia yang berdosa. Kematian Yesus di kayu salib sebagai persembahan untuk memperoleh pendamaian, Yesus sebagai pengganti di mana dosa manusia dipindahkan kepada Yesus yang tersalib.[10]  Allah memberikan diriNya sendiri  di mana Allah menyediakan persembahan yaitu anakNya, tanpa perasaan sungkan. Penyerahan diriNya untuk menebus manusia bertujuan untuk menjadikan manusia bebas dari dosa atau menjadi manusia yang memperoleh kemerdekaan sejati, yang bebas dari kuasa maut.[11]
Pembenaran yang dilakukan Allah adalah bagi manusia dan dunia ini bukan di dalam manusia. Artinya pembenaran tidak pernah terjadi melalui prestasi manusia. Seseorang memperoleh pendamaian dengan Allah hanya melalui iman. Peranan iman dalam pembenaran adalah untuk mengakui betapa benarnya tindakan Allah. Iman membawa pujian kepada Sang Pembenar, suatu pengakuan terbuka bahwa karya penyelamatan Allah tidak mengurangi namun mempertinggi sifatNya yang suci dan maha pengasih. Iman menjadi jawaban manusia atas perbuatan Allah yang menakjubkan, keyakinan akan pengampunan menjadi landasan bagi kepastian Kristen. Orang percaya yakin bahwa pada masa depan ia tidak akan mengalami hal yang lain daripada hal yang ia mulai mengalaminya pada masa kini yakni pembenaran.
Puncak pembenaran itu dipertegas melalui kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Allah menerima kematian Yesus Kristus sebagai pengganti dan sekaligus membangkitkanNya dari antara orang mati untuk membela perkara orang-orang yang percaya. Dengan kebangkitanNya dari antara orang mati Ia menunjukkan eksistensiNya sebagai Allah yang setia, Allah yang mengasihi ciptaanNya dan inilah yang menjadi ciri hukum pembenaran Allah.[12]

Votum/ Introitus

            Introitus merupakan bagian pembukaan ibadah yang berisikan Mazmur dan nyanyian pujian.[13] Melalui introitus jemaat selain diberi kesempatan untuk ‘menyambut’ kehadiran Tuhan, juga sebagai mediator bagi jemaat untuk mempersiapkan diri untuk tunduk didalam ruangan ibadah.[14]
            Suasana introitus yang khusuk untuk ‘menyambut’ akan menempatkan jemaat kedalam suatu pendalaman rohani tentang bagaimana Allah hadir ditengah-tengah ibadah untuk menyapa jemaat. Sambutan kepada Tuhan dalam suasana yang seperti ini akan menjadi fasilitator yang membangun perasaan ‘akrab’ dengan Tuhan. Dan hal ini tentu akan membentuk iman jemaat kedalam suatu rasa persaudaraan di dalam tubuh Kristus.

Persembahan
Persembahan orang-orang benar adalah berupa pemberitaan Injil yang dilaksanakannya dan buah yang baik dari kelakuannya.[15] Buah-buah yang baik harus dijadikan sebagai suatu persembahan yang ‘harum’ bagi Allah, sebab hal itulah yang diinginkannya.
Persembahan bukan saja bantuan untuk orang-orang kudus tetapi juga penyebab yang membuat banyak orang berterima kasih kepada Allah lebih berkelimpahan.[16] Persembahan yang bertujuan untuk membantu saudara-saudara kita akan menyebabkan nama Allah semakin dimuliakan, sebab perbuatan tersebut akan semakin menambah iman mereka kepada Allah yang tetap mempedulikan mereka.

Doa
Doa adalah perbuatan tertinggi yang dapat dilakukan oleh roh manusia, dan dapat juga dipandang sebagai persekutuan dengan Allah, selama penekanannya diberikan kepada prakarsa ilahi. Seseorang berdoa karena Allah telah menyentuh rohnya. Dalam alkitab, doa bukanlah suatu ‘tanggapan wajar dari manusia’, karena ‘apa yang dilahirkan dari daging adalah daging’ (Yoh 4:24). Sebagai akibatnya, Tuhan tidak ‘mengindahkan’ setiap doa. Ajaran Alkitab mengenai doa menekankan sifat Allah, perlunya seorang berada dalam hubungan penyelamatan atau dalam hubungan perjanjian dengan Dia, lalu secara penuh masuk ke dalam segala hak istimewa dan kewajiban dari hubungan dengan Allah.[17]
Menurut B.F. Westcott, ‘Doa yang benar -  doa yang harus dijawab – ialah pengakuan dan penerimaan pribadi terhadap ‘kehendak ilahi’ (Yoh 14:7; bnd Mrk 11:24). Justru terkabulnya doa yang mengajarkan ketaatan, bukan pertama-tama terletak pada pengajuan permohonan khusus itu, yang dianggap oleh orang yang berdoa sebagai jalan menuju kepada tujuan yang diinginkan, tapi jaminan bahwa apa yang Allah berikan itulah yang paling efektif menuju kepada tujuan tersebut. Demikianlah kita diajar betap Kristus telah belajar bahwa tiap perincian hidup dan penderitaan-Nya membantu pemenuhan pekerjaan yang untuknya Ia telah datang supaya memenuhinya, sehingga dengan cara demikian Ia ‘telah didengar’ dengan cara yang paling sempurna. Dalam arti inilah Ia ‘didengar bagi ketakutan-Nya kepada Allah’.[18]
Doa menuntut pengakuan dan penerimaan pribadi manusia terhadap apa yang dikehendaki oleh Allah padanya. Dalam ini terkandung konsep perenungan yang terlebih dahulu harus dialami oleh pen-doa agar mampu menciptakan hubungan yang ‘kultus’ dengan Allah. Iman manusia ditumbuhkan oleh karena ia telah merenungkan dan menggumuli peranan, kehendak Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Dan pengalaman-pengalaman ‘penyerahan diri’ (pergumulannya) dengan Tuhan menyebabkan imannya semakin bertumbuh dan bertumbuh oleh karena pengabulan doa yang disebabkan oleh ketaatannya kepada Allah.

Dekalog/ Sepuluh Firman

            Pembacaan dasa firman atau dekalog maksudnya adalah supaya kita memakainya sebagai ukuran atau norma bagi hidup kita di dunia.[19] Dalam hubungannya dengan pengembangan iman jemaat, dapat kita lihat dalam aspek bahwa Tuhan menginginkan jemaat untuk datang kehadirat kerajaan-Nya melalui melakukan terlebih dahulu apa yang diperintahkan-Nya dalam hukum taurat. Oleh karena janji yang terkandung dalam dekalog ini, terpupuklah harapan jemaat untuk melakukan sepuluh firman Tuhan agar diterima dalam kerajaan sorga. Dan tentunya inilah yang akan mempengaruhi iman jemaat.

Nyanyian
            Fungsi utama musik gerejawi (church music-musik kudus-musik liturgis) adalah untuk menambah dimensi keterlibatan kedalam ibadah. Agustinus berkata bahwa seseorang yang menyanyi sebenarnya ia berdoa dua kali. Menyanyikan suatu teks akan menuntut lebih banyak konsentrasi ketimbang hanya mengucapkan sesuatu, meskipun kebiasaan yang berlebihan kadang-kadang dapat membuat nyanyian menjadi tidak hidup. Salah satu alasan mengapa musik membantu ibadah adalah bahwa musik merupakan medium yang lebih ekspresif ketimbang ucapan biasa.[20]
            Mengacu kepada hal diatas, kita dapat mengatakan bahwa ‘pengungkapan-penyerahan diri’ manusia kepada Allah dapat lebih mengena melalui nyanyian yang dipanjatkannya. Konsentrasi kepada dua hal akan menyebabkan penyanyi lebih menghayati apa yang ingin diungkapkannya kepada Tuhan. Ucapan syukur bila dinyanyikan, maka ucapan tersebut tidak hanya sekedar ucapan biasa lagi, melainkan akan mempunyai fungsi ganda untuk meningkatkan kualitas pendalaman spiritual kepada karya Tuhan, yang secara otomatis berpengaruh kepada pertumbuhan imannya.

Pengakuan Iman
            Dalam pengakuan iman, jemaat diberi kesempatan untuk berdiri untuk menyebutkan apa yang diimaninya tentang Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Dalam kesempatan ini, jemaat diberi kesempatan juga untuk mengagungkan Allah dengan mengakui-Nya, menyatakan kepercayaan-Nya. Jemaat akan diuji secara pribadi lepas pribadi apakah ia memang betul-betul percaya kepada Tuhan.
            Walaupun mungkin berbentuk ‘ujian’, akan tetapi pengakuan iman tentu akan membangun pondasi dasar keimanan yang dimiliki jemaat. Jemaat akan tiba pada saat merenungkan siapa yang dipercayainya, apa perbuatan yang dilakukan oleh Allah, dan mengakui keberadaan Allah.

Khotbah
Sebagai salah satu unsur yang terkandung dalam liturgi gereja, khotbah menjadi pokok utama pernyataan tentang ‘pengawasan’ Tuhan terhadap jemaat. Khotbah yang disampaikan oleh pemimpin ibadah merupakan perwakilan penyampaian kehendak Tuhan bagi manusia. Khotbah adalah salah satu cara yang dipakai untuk memberitakan injil, yang berisikan tentang kabar kesukaan yang akan menjadi pedoman bagi jemaat untuk dipakai dalam kehidupan sehari-harinya.[21]
Dalam ibadah, Allah bertindak dalam pemberian dirinya melalui kata-kata manusia dan denggan tangan-tangan manusia (pengkhotbah). Dan kita memberikan diri kita kepada allah melalui kata-kata serta tangan kita. Semua yang terjadi dalam ibadah bergantung pada Allah, namun hal itu terjadi melalui instrumen-instrumen ucapan-ucapan manusia dan tubuh manusia.
Melalui khotbah juga jemaat diajak untuk ‘berkontemplasi’, untuk merenungkan peranan Tuhan atas hidup jemaat tersebut. Hal ini tidak dapat dipungkiri akan menyebabkan jemaat masuk kedalam situasi pergumulan iman, dimana kepercayaan, keyakinan, iman, pemahaman mereka akan berkembang terhadap Allah.

Berkat
            Berkat yang diberikan oleh pemimpin ibadah melalui penumpangan tangan merupakan suatu media yang akan menguatkan iman jemaat setelah mengikuti peribadahan dalam jemaat Tuhan. Dalam hal ini, doa berkat yang disampaikan oleh pemimpin ibadah memberikan suatu ‘efek’ yang bersifat gaib kepada jemaat.
            Melalui penumpangan tangan pemimpin ibadah, jemaat dapat mendeskripsikan di dalam hati dan pikirannya masing-masing tentang bagaimana Allah diharapkan untuk menolong jemaat dalam kehidupan sehari-harinya, mengharapkan penguatan iman oleh Allah serta bagaimana Allah menyertai seluruh kehidupan jemaat, dan bagaimana Allah diharapkan untuk mencondongkan wajah-Nya kepada jemaat untuk meminta kepedulian dan kasih Allah terhadap jemaat.

            Hal ini akan menjadi penguatan yang sangat menolong untuk iman jemaat, sehingga mereka menyadari bahwa Tuhan ada dan hadir untuk mereka, agar mereka dapat melakukan kehendak Tuhan.


 IV.            Kesimpulan
            Ibadah adalah suatu inisiatif Allah dan umat diundang untuk turut merayakannya. Ibadah pertama-tama bukanlah inisyatif manusia melainkan tindakan perdamaian Allah dalam Kristus melalui RohNya. Oleh kekuatan Roh Kudus gereja sebagai tubuh Kristus dapat menawarkan ibadah yang mempunyai suka cita, sebagai tindakan dari Allah dan yang ditujukan kepada Allah sendiri. Sebagai orang percaya yang memiliki iman maka umat terlibat secara aktif sebagai respons atas tindakan Allah tersebut. Manusia terlibat dalam ibadah sebagai respons atas segala perbuatan Allah yang menakjubkan dalam kehidupan manusia itu sendiri. Nyanyian, doa-doa dan perbuatan hidup menjadi unsur ibadah yang tidak pernah terpisahkan. Inti ibadah ialah segala kemuliaan dan hormat hanya bagi Allah saja di dalam nama Yesus Kristus.
    V.            Daftar Pustaka
1.      Abineno, J.L.Ch.           Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1997
1.      Guthrie, Donald          Teologi Perjanjian Baru 2, Jakarta: BPK-GM, 2006
2.      Lasor, W.S       Pengantar Perjanjian Lama 1, BPK-GM, 2000
3.      Manton, M.E. Kamus Istilah Teologi Inggris-Indonesia, Malang: Gandum Mas, 1995
4.      Mawena, Martinus Th Teologi Kemerdekaan, Jakarta: BPK: GM, 2004
5.      Purnomo, Aloys B.       Menerapkan Iman dalam Ibadah dan Doa Bersama, Medan: Bina Media, 2000
6.      Rachman, Rasid          Hari Raya Liturgi, Jakarta: BPK-GM, 2005
7.      Rowley, H.H.               Ibadat Israel Kuna, Jakarta: BPK-GM, 981
8.      Vriezen, Th. C.             Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM, 2003
9.      White, James F.           Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2002
10.  Agenda HKBP            
11.  Ensiklopedi Masa Kini Jilid I A-L, Jakarta: Yayasan Kounikasi Bina Kasih/OMF, 2004
12.  Ensiklopedi Masa Kini Jilid II M-Z, Jakarta: Yayasan Kounikasi Bina Kasih/OMF, 2004
13.   Asri Sutanto, Ester, Liturgi Meja Tuhan, (ed.) Ioanes Rakhmat, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, cet.1, 2005

14.   D.C. Mulder, Iman dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet.10,1997

15.   De Jong, S. Khotbah: Persiapan, Isi, Bentuk, (terj.) A.A Soetikno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. 15, 2004

16.   Napel, Henk Ten, Kamus Teologi (Inggris-Indonesia), Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. 5, 1999

17.   Tappert, Theodore G. Buku Konkord, Konfessi Gereja Lutheran,  Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. 10, 2004

18.   White, James F., Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. 1, 2002

19.   YKBK, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, cet. 6, 2002

20.   YKBK, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, cet. 5, 2003




[1] Theodore G. Tappert, Buku Konkord, Konfessi Gereja Lutheran (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 330-331.
[2] M.E. Manton, Kamus Istilah Teologi Inggris-Indonesia, (Malang: Gandum Mas, 1995), 92.
[3] Ibid
[4] James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 6-11
[5] James F. White, Introduction to Christian Worship (Nashville:Abingdon, 1980), hlm. 31 dst. Diterbitkan dalam bahasa Indonesia, Pengantar Ibadah Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002)
[6] H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuna, (Jakarta: BPK-GM, 981), 13
[7] W.S Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1, (BPK-GM, 2000), 34-35
[8] Ibid
[9] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 127
[10] Ibid
[11] Martinus Th. Mawena, Teologi Kemerdekaan, (Jakarta: BPK: GM, 2004), 61-62
[12] Donald Guthrie, Op.Cit, 128
[13] Henk ten Napel, Kamus Teolog: Inggris-Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 177
[14] Pernah disampaikan oleh Pdt. W.F. Simamora, M.Th, dalam mata kuliah Liturgika (STT HKBP-Kamis, 2 Februari 2006)
[15] op.cit, hlm. 319
[16] ibid, hlm. 331
[17] YKBK, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (Jakarta: YKBK, 2003), hlm. 249.
[18] ibid, hlm. 252
[19] J.L. Ch. Abineno, Sekitar Theologia Praktika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), hlm. 270.
[20] James F. White, Pengantar Ibadah Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002). hlm. 102-103.
[21] S. de Jong, Khotbah,Persiapan-Isi-Bentuk (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 11-14.