IBADAH
MENINGKATKAN SPIRITUALITAS
(Studi
tentang Ibadah Kristen dan Perkembangan Iman Jemaat)
I.
Pendahuluan
Ibadah
bukanlah suatu ucapan syukur yang dapat dilimpahkan kepada orang lain (ex opere
operato) untuk memperoleh pengampunan dosa bagi mereka atau membebaskan roh
orang yang sudah meninggal. Teori yang mengatakan bahwa upacara berguna bagi
yang beribadah atau bagi orang lain tanpa iman adalah bertentangan dengan
pembenaran oleh iman. Liturgi berasal dari kata leita yang artinya milik
umum atau pelayanan, yang arti kata kerjanya ialah memelihara atau mengasuh
milik umum. Bagi pembaca bahasa Yunani,, liturgi diartikan sebagai
‘tanggungjawab umum’akan tetapi bagi orang Protestan istilah liturgi lebih
cocok diartikan kedalam ‘pelayanan umum’.[1]
Kehidupan
baru dalam Kristus harus ditampakkan dalam liturgi, dengan unsur-unsur yang
saling berkaitan yaitu persembahan, doa, nyanyian dan pelaksanaan perintah
Allah dari khotbah. Dan melalui kesinambungan yang tidak boleh dipisah-pisahkan
tersebut akan terlihat bagaimana bahwa liturgi berperan juga untuk membangun
iman jemaat. Perayaan atau pelayanan adalah dua fokus kehidupan yang seharusnya
saling memotivasi, sehingga terjadi aliran yang tidak putus-putusnya antara
keduanya. Oleh karena kompleksitas yang tidak dapat dipisah-pisahkan tersebut
maka penulis mencoba untuk membahas bagaimana melalui kolekte/ persembahan, doa,
dekalog, nyanyian dan khotbah serta berkat dapat membangun iman jemaat dengan
lebih terfokus kepada perenungan-perenungan (kontemplasi) yang diciptakan/
terbentuk/ muncul dalam masing-masing unsur liturgis secara terpisah-pisah
untuk lebih memudahkan pengenalan akan hal-hal yang telah disebutkan
sebelumnya. Akhirnya tiada gading yang tidak retak, bila ada kekurangan
disana-sini, saya memohonkan kepada Bapak untuk memberikan saran yang dapat
membantu saya agar dapat lebih baik lagi.
II.
Etimologi,
Pengertian Ibadah
Ø Etimologi Ibadah
Istilah yang
sering digunakan untuk ibadah adalah Liturgi yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu leitourgoi yang terdiri dari
dua kata yakni laos (bangsa, umat,
rakyat) dan ergon (karya, pelayanan,
tugas dan perbuatan). Kata leitourgia berarti melakukan suatu pekerjaan rakyat
atau karya rakyat.[2]
Dalam
kebudayaan Yunani kuno, liturgi adalah suatu pelayanan yang dilakukan oleh
rakyat kepada bangsanya yang dilakukan secara bakti atau dibaktikan. Namun
sejak abad ke-4 sM, istilah liturgi mendapat arti teologis/kultis yang berati
ibadah atau pelayanan. Jadi ibadah kepada Allah tidak hanya lewat nyanyian,
pujian secara verbal, tetapi beribadah kepadaNya melalui pelayanan hidup
kepadaNya.[3]
Ada beberapa defenisi tentang ibadah
atau liturgi menurut beberapa teolog Kristen:[4]
Menurut
Prof. Paul W. Hoon bahwa ibadah itu terikat secara langsung pada
peristiwa-peristiwa sejarah penyelamatan. Setiap peristiwa dalam ibadah terikat
secara langsung pada waktu dan sejarah sambil menjembatani mereka dan membawa
mereka ke dalam kehidupan masa kini. Inti ibadah adalah Allah sedang bertindak
untuk memberikan hidupNya bagi manusia dan membawa manusia mengambil bagian
dalam kehidupan itu. Jadi semua gerak hidup Kristen adalah bagian dari ibadah.
Ibadah Kristen adalah “penyataan dan “tanggapan”. Di tengah keduanya adalah
Yesus Kristus yang menyingkapkan Allah kepada kita dan melalui siapa kita
membuat tanggapan kita. Ibadah menjadi suatu hubungan timbal-balik: Allah
mengambil inisyatif dalam mencari manusia melalui Yesus Kristus dan manusia
menjawabnya melalui Yesus Kristus dengan menggunakan emosi, kata-kata dan
bermacam-macam perbuatan atau tindakan.
Menurut
Peter Brunner seorang teolog Lutheran bahwa ibadah adalah pelayanan Allah
kepada manusia dan pelayanan manusia di kepada Allah. Dalam hal ini Allah-lah
yang berinisyatif dalam keduanya, pemberian Allah mengundang penyembahan
manusia kepada Allah. Pemberian diri Allah terjadi dalam peristiwa-peristiwa
sejarah dan dalam realitas-realitas masa kini. Jadi tidak ada yang terjadi
dalam ibadah kecuali bahwa Tuhan kita yang pengasih itu sendiri berbicara
kepada kita melalui firmanNya yang kudus dan bahwa kita, pada gilirannya,
berbicara kepadaNya dalam doa dan nyanyian pujian sebagai suatu tindakan
ketaatan baru yang ditanamkan oleh Roh Kudus.
Menurut
Prof. Jean-Jacques von Allmen bahwa ibadah adalah epifani (penampakan diri)
gereja yang karena menyimpulkan sejarah keselamatan, memampukan gereja untuk
menjadi dirinya sendiri, untuk menjadi sadar akan dirinya sendiri dan untuk
mengakui apa yang sebenarnya esensial. Gereja mendapatkan identitas dirinya
dalam ibadah karena hakikatnya yang riil dijadikan nyata dan gereja dituntun
untuk mengakui keberadaannya sendiri yang sebenarnya. Ibadah menjadi suatu
pertanda adanya penghakiman dan pengharapan yang semuanya terletak di tangan
Allah. Jadi ibadah mengandung tiga dimensi: rekapitulasi (pengulangan), epifani
(penampakan diri) dan penghakiman.
Evelyn
Underhill mengatakan bahwa ibadah dalam semua derajat dan jenisnya adalah tanggapan
dari ciptaan kepada Yang Abadi. Upacara melalui mana semua ibadah diekspresikan
muncul sebagai suatu emosi keagamaan yang khas. Ibadah dikarakteristikkan oleh
konsep dari orang yang beribadah itu tentang Allah dan hubungannya dengan
Allah. Ibadah Kristen adalah khas oleh keberadaannya yang selalu dikondisikan
oleh kepercayaan Kristen dan khususnya kepercayaan tentang hakikat dan tindakan
Allah. Ibadah Kristen merupakan “tindakan supernatural, kehidupan supernatural
yang melibatkan tanggapan khas terhadap penyataan yang khas.” Ibadah Kristen
mempunyai ciri khas yang konkret karena dia ada hanya melalui gerakan dari
Allah yang kekal itu ke arah ciptaanNya, bahwa perangsang diberikan kepada
ibadah manusia yang terdalam dan daya tarik dibuat untuk kasih pengorbanannya.
Doa dan perbuatan adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mejawab sapaan
firman Allah.
George
Florovsky mengatakan bahwa ibadah Kristen merupakan jawaban mansuia terhadap
panggilan ilahi terhadap tindakan-tindakan yang penuh kuasa Allah yang
berpuncak dalam tindakan pendamaian dalam Kristus. Keberadaan Kristen adalah
secara esensial bersifat persekutuan, menjadi orang Kristen berarti masuk dalam
komunitas di dalam gereja. Dalam komunitas ini Allah aktif dalam ibadah sama
seperti mereka yang beribadah itu sendiri. Ibadah Kristen utamanya dan secara
esensial adalah kegiatan puji-pujian dan penyembahan yang juga mengimplikasikan
pengakuan penuh syukur atas kasih Allah yang merangkul kita dan kebaikan
kasihNya yang menebus manusia.
Menurut
Nikos A. Nissiotis bahwa ibadah pertama-tama bukanlah inisyatif manusia
melainkan tindakan perdamaian Allah dalam Kristus melalui RohNya. Oleh kekuatan
Roh Kudus gereja sebagai tubuh Kristus dapat menawarkan ibadah yang mempunyai
suka cita, sebagai tindakan dari Allah dan yang ditujukan kepada Allah sendiri.
Menurut
Irenius bahwa kemuliaan Allah adalah kehidupan manusia yang penuh. Tidak ada
sesuatu pun yang memuliakan Allah selain dari seorang manusia yang dijadikan
kudus, tidak ada sesuatu pun yang mungkin membuat seseorang menjadi kudus
selain dari keinginan untuk memuliakan Allah. Kemuliaan Allah dan pengudusan
manusia keduanya memberikan karakterisasi pada ibadah Kristen.
Dari
beberapa defenisi di atas dapat dikatakan bahwa ibadah adalah tindakan Allah
sendiri, Allah-lah yang mengambil inisyatif pertama kemudian manusia
menyambutnya atau merespons tindakan Allah tersebut melalui upacara atau
perayaan baik secara personal maupun secara komunal.
Ibadah
adalah kata yang umum dan inklusif bagi peristiwa (ritual-ritual) yang
menegaskan kehidupan ketika gereja menyelenggarakan pertemuan bersama guna
mengekspresikan iman mereka (liturgi) dalam puji-pujian, mendengarkan firman
Allah, dan merespons kasih Allah dengan berbagai karunia dari kehidupan mereka.
Gereja-gereja melakukan banyak hal, tetapi yang paling umum dan terpenting yang
dilakukan oleh suatu gereja adalah ibadah. Ibadah adalah sumber dasar bagi
segalanya dari gereja dan apa yang dilakukannya. Jika ibadah suatu gereja
kekurangan integritas, autensitas, keramahan dan keyakinan, kita mengatakan
bahwa hal-hal ini akan juga kurang dalam kehidupan yang lainnya.
Konsep-konsep
ritual (yang melaluinya suatu tatanan dipelihara, komunitas dibangun, dan
membawa pada perubahan) dan liturgi (yang melaluinya bentuk dan substansi dari
iman keseluruhan orang itu dibuat) memberikan kejernihan pada pemahaman kita.
Akan tetapi, makna kata ibadah itu sendiri masih kabur. Kata Inggris worship
berasal dari kata sekuler Inggris Kuno weorthscipe
, yang secara harfiah berarti weorth (berharga)
dan scipe (kapal), yag berarti
memberikan pengahargaan atau penghormatan kepada seseorang.[5]
III.
Perbuatan
Allah yang Menakjubkan
Alkitab
menuturkan secara jelas bahwa semua yang ada dan semua yang terjadi adalah atas
kehendak Allah. Hal ini disebut sebagai penyataan atas kuasa Allah sendiri. Ia
yang menciptakan langit dan bumi dan segala isinya (Kej. 1) dari yang tidak ada
menjadi ada. Penciptaan tidak hanya berakhir di situ saja namun berlanjut pada
tindakan pemeliharaan Allah terhadap semua ciptaan. Tindakan Allah untuk
memelihara alam adalah untuk kemuliaanNya sendiri. Kelestarian alam mewujudkan
kesempurnaan dari ciptaan itu sendiri, bahwa Allah menciptakan semua baik
adanya.
Allah
tidak hanya memelihara alam ini, namun ia juga memelihara manusia dalam sejarah
perjalanan kehidupannya. Kitab Perjanjian lama mengungkapkan bahwa Allah sering
menampakkan diriNya (theofani) kepada bapa-bapa leluhur sebagai pertanda bahwa
Allah dekat dengan manusia demi keselamatan manusia itu sendiri.[6]
Dalam
karyaNya, Allah menyatakan (mengungkapkan, membuka atau menyingkapkan) diriNya.[7]
Penyataan yang dilakukan Allah bisa melalui komunikasi Allah dengan manusia,
melalui penglihatan yang diberikanNya, firman yang diucapkanNya, perbuatan yang
dilakukanNya dan melalui sejarah perjalanan kehidupan manusia. Artinya Allah
melakukan penyataan melalui peristiwa sejarah maupun melalui firmanNya.
Allah
menyatakan diriNya melalui firmanNya sekaligus juga melalui tindakanNya.[8]
Pembebasan Israel dari perbudakan Mesir yang disertai dengan
peristiwa-peristiwa dahsyat adalah
penyataan Allah melalui karyaNya. Penyataan yang dilakukan Allah ini bertujuan
agar memiliki dampak bagi manusia yang menerimanya. Manusia harus
memperhatikan, mempelajari dan menanggapinya. Penyataan ini bertujuan sebagai
tindakan penyelamatan yaitu untuk menghapuskan akibat kejatuhan manusia ke
dalam dosa dan memulihkan manusia pada keadaannya semula.
Allah
menyatakan kebenaran mengenai diriNya bukan untuk memuaskan rasa ingin tahu
manusia melainkan menyelesaikan rencanaNya yang terutama untuk mencapai
keselamatan. Allah bermaksud memulihkan manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa
kepada hakikatnya yang semula pada saat diciptakan. Dan selanjutnya Allah
memimpin mereka kepada pemahaman yang sempurna mengenai diriNya dan persekutuan
yang yang sempurna yang merupakan titik puncak keselamatan.
Puncak
karya penyataan Allah adalah melalui Tuhan Yesus Kristus. Karena begitu besar
kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia mengaruniakan anakNya yang tunggal
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup
yang kekal (Yoh.3:16). Allah telah mengambil rupa manusia (imago humanis) untuk menyelamatkan manusia itu sendiri. Perjanjian
baru dengan jelas mengungkapkan bahwa melalui kematian Yesus menjadi tanda
perbutan Allah yang sangat besar dalam menyelamatkan manusia. Kematian Yesus
dilihat sebagai suatu jalan pendamaian Allah dengan manusia yang berdosa.[9]
Manusia tidak dapat memperoleh pembenaran dari dirinya sendiri dan Allah telah
menyiapkannya di dalam Yesus Kristus. Salib Kristus adalah jalan pembenaran
bagi manusia yang berdosa. Kematian Yesus di kayu salib sebagai persembahan untuk
memperoleh pendamaian, Yesus sebagai pengganti di mana dosa manusia dipindahkan
kepada Yesus yang tersalib.[10] Allah memberikan diriNya sendiri di mana Allah menyediakan persembahan yaitu
anakNya, tanpa perasaan sungkan. Penyerahan diriNya untuk menebus manusia
bertujuan untuk menjadikan manusia bebas dari dosa atau menjadi manusia yang
memperoleh kemerdekaan sejati, yang bebas dari kuasa maut.[11]
Pembenaran
yang dilakukan Allah adalah bagi manusia dan dunia ini bukan di dalam manusia.
Artinya pembenaran tidak pernah terjadi melalui prestasi manusia. Seseorang
memperoleh pendamaian dengan Allah hanya melalui iman. Peranan iman dalam
pembenaran adalah untuk mengakui betapa benarnya tindakan Allah. Iman membawa
pujian kepada Sang Pembenar, suatu pengakuan terbuka bahwa karya penyelamatan
Allah tidak mengurangi namun mempertinggi sifatNya yang suci dan maha pengasih.
Iman menjadi jawaban manusia atas perbuatan Allah yang menakjubkan, keyakinan
akan pengampunan menjadi landasan bagi kepastian Kristen. Orang percaya yakin
bahwa pada masa depan ia tidak akan mengalami hal yang lain daripada hal yang
ia mulai mengalaminya pada masa kini yakni pembenaran.
Puncak
pembenaran itu dipertegas melalui kebangkitan Yesus Kristus dari kematian.
Allah menerima kematian Yesus Kristus sebagai pengganti dan sekaligus
membangkitkanNya dari antara orang mati untuk membela perkara orang-orang yang
percaya. Dengan kebangkitanNya dari antara orang mati Ia menunjukkan
eksistensiNya sebagai Allah yang setia, Allah yang mengasihi ciptaanNya dan
inilah yang menjadi ciri hukum pembenaran Allah.[12]
Votum/ Introitus
Introitus merupakan bagian pembukaan
ibadah yang berisikan Mazmur dan nyanyian pujian.[13]
Melalui introitus jemaat selain diberi kesempatan untuk ‘menyambut’ kehadiran
Tuhan, juga sebagai mediator bagi jemaat untuk mempersiapkan diri untuk tunduk
didalam ruangan ibadah.[14]
Suasana introitus yang khusuk untuk
‘menyambut’ akan menempatkan jemaat kedalam suatu pendalaman rohani tentang
bagaimana Allah hadir ditengah-tengah ibadah untuk menyapa jemaat. Sambutan
kepada Tuhan dalam suasana yang seperti ini akan menjadi fasilitator yang
membangun perasaan ‘akrab’ dengan Tuhan. Dan hal ini tentu akan membentuk iman
jemaat kedalam suatu rasa persaudaraan di dalam tubuh Kristus.
Persembahan
Persembahan
orang-orang benar adalah berupa pemberitaan Injil yang dilaksanakannya dan buah
yang baik dari kelakuannya.[15]
Buah-buah yang baik harus dijadikan sebagai suatu persembahan yang ‘harum’ bagi
Allah, sebab hal itulah yang diinginkannya.
Persembahan
bukan saja bantuan untuk orang-orang kudus tetapi juga penyebab yang membuat
banyak orang berterima kasih kepada Allah lebih berkelimpahan.[16]
Persembahan yang bertujuan untuk membantu saudara-saudara kita akan menyebabkan
nama Allah semakin dimuliakan, sebab perbuatan tersebut akan semakin menambah
iman mereka kepada Allah yang tetap mempedulikan mereka.
Doa
Doa
adalah perbuatan tertinggi yang dapat dilakukan oleh roh manusia, dan dapat
juga dipandang sebagai persekutuan dengan Allah, selama penekanannya diberikan
kepada prakarsa ilahi. Seseorang berdoa karena Allah telah menyentuh rohnya.
Dalam alkitab, doa bukanlah suatu ‘tanggapan wajar dari manusia’, karena ‘apa
yang dilahirkan dari daging adalah daging’ (Yoh 4:24). Sebagai akibatnya, Tuhan
tidak ‘mengindahkan’ setiap doa. Ajaran Alkitab mengenai doa menekankan sifat
Allah, perlunya seorang berada dalam hubungan penyelamatan atau dalam hubungan
perjanjian dengan Dia, lalu secara penuh masuk ke dalam segala hak istimewa dan
kewajiban dari hubungan dengan Allah.[17]
Menurut
B.F. Westcott, ‘Doa yang benar - doa
yang harus dijawab – ialah pengakuan dan penerimaan pribadi terhadap ‘kehendak
ilahi’ (Yoh 14:7; bnd Mrk 11:24). Justru terkabulnya doa yang mengajarkan
ketaatan, bukan pertama-tama terletak pada pengajuan permohonan khusus itu,
yang dianggap oleh orang yang berdoa sebagai jalan menuju kepada tujuan yang
diinginkan, tapi jaminan bahwa apa yang Allah berikan itulah yang paling
efektif menuju kepada tujuan tersebut. Demikianlah kita diajar betap Kristus
telah belajar bahwa tiap perincian hidup dan penderitaan-Nya membantu pemenuhan
pekerjaan yang untuknya Ia telah datang supaya memenuhinya, sehingga dengan
cara demikian Ia ‘telah didengar’ dengan cara yang paling sempurna. Dalam arti
inilah Ia ‘didengar bagi ketakutan-Nya kepada Allah’.[18]
Doa
menuntut pengakuan dan penerimaan pribadi manusia terhadap apa yang dikehendaki
oleh Allah padanya. Dalam ini terkandung konsep perenungan yang terlebih dahulu
harus dialami oleh pen-doa agar mampu menciptakan hubungan yang ‘kultus’ dengan
Allah. Iman manusia ditumbuhkan oleh karena ia telah merenungkan dan menggumuli
peranan, kehendak Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Dan
pengalaman-pengalaman ‘penyerahan diri’ (pergumulannya) dengan Tuhan
menyebabkan imannya semakin bertumbuh dan bertumbuh oleh karena pengabulan doa
yang disebabkan oleh ketaatannya kepada Allah.
Dekalog/ Sepuluh Firman
Pembacaan dasa firman atau dekalog
maksudnya adalah supaya kita memakainya sebagai ukuran atau norma bagi hidup
kita di dunia.[19]
Dalam hubungannya dengan pengembangan iman jemaat, dapat kita lihat dalam aspek
bahwa Tuhan menginginkan jemaat untuk datang kehadirat kerajaan-Nya melalui
melakukan terlebih dahulu apa yang diperintahkan-Nya dalam hukum taurat. Oleh
karena janji yang terkandung dalam dekalog ini, terpupuklah harapan jemaat
untuk melakukan sepuluh firman Tuhan agar diterima dalam kerajaan sorga. Dan
tentunya inilah yang akan mempengaruhi iman jemaat.
Nyanyian
Fungsi utama
musik gerejawi (church music-musik kudus-musik liturgis) adalah untuk menambah
dimensi keterlibatan kedalam ibadah. Agustinus berkata bahwa seseorang yang
menyanyi sebenarnya ia berdoa dua kali. Menyanyikan suatu teks akan menuntut
lebih banyak konsentrasi ketimbang hanya mengucapkan sesuatu, meskipun
kebiasaan yang berlebihan kadang-kadang dapat membuat nyanyian menjadi tidak
hidup. Salah satu alasan mengapa musik membantu ibadah adalah bahwa musik
merupakan medium yang lebih ekspresif ketimbang ucapan biasa.[20]
Mengacu kepada hal diatas, kita
dapat mengatakan bahwa ‘pengungkapan-penyerahan diri’ manusia kepada Allah
dapat lebih mengena melalui nyanyian yang dipanjatkannya. Konsentrasi kepada
dua hal akan menyebabkan penyanyi lebih menghayati apa yang ingin
diungkapkannya kepada Tuhan. Ucapan syukur bila dinyanyikan, maka ucapan
tersebut tidak hanya sekedar ucapan biasa lagi, melainkan akan mempunyai fungsi
ganda untuk meningkatkan kualitas pendalaman spiritual kepada karya Tuhan, yang
secara otomatis berpengaruh kepada pertumbuhan imannya.
Pengakuan
Iman
Dalam pengakuan iman, jemaat diberi
kesempatan untuk berdiri untuk menyebutkan apa yang diimaninya tentang Allah
Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Dalam kesempatan ini, jemaat diberi
kesempatan juga untuk mengagungkan Allah dengan mengakui-Nya, menyatakan
kepercayaan-Nya. Jemaat akan diuji secara pribadi lepas pribadi apakah ia
memang betul-betul percaya kepada Tuhan.
Walaupun mungkin berbentuk ‘ujian’,
akan tetapi pengakuan iman tentu akan membangun pondasi dasar keimanan yang
dimiliki jemaat. Jemaat akan tiba pada saat merenungkan siapa yang
dipercayainya, apa perbuatan yang dilakukan oleh Allah, dan mengakui keberadaan
Allah.
Khotbah
Sebagai
salah satu unsur yang terkandung dalam liturgi gereja, khotbah menjadi pokok
utama pernyataan tentang ‘pengawasan’ Tuhan terhadap jemaat. Khotbah yang
disampaikan oleh pemimpin ibadah merupakan perwakilan penyampaian kehendak Tuhan
bagi manusia. Khotbah adalah salah satu cara yang dipakai untuk memberitakan
injil, yang berisikan tentang kabar kesukaan yang akan menjadi pedoman bagi
jemaat untuk dipakai dalam kehidupan sehari-harinya.[21]
Dalam
ibadah, Allah bertindak dalam pemberian dirinya melalui kata-kata manusia dan
denggan tangan-tangan manusia (pengkhotbah). Dan kita memberikan diri kita
kepada allah melalui kata-kata serta tangan kita. Semua yang terjadi dalam
ibadah bergantung pada Allah, namun hal itu terjadi melalui instrumen-instrumen
ucapan-ucapan manusia dan tubuh manusia.
Melalui
khotbah juga jemaat diajak untuk ‘berkontemplasi’, untuk merenungkan peranan
Tuhan atas hidup jemaat tersebut. Hal ini tidak dapat dipungkiri akan
menyebabkan jemaat masuk kedalam situasi pergumulan iman, dimana kepercayaan,
keyakinan, iman, pemahaman mereka akan berkembang terhadap Allah.
Berkat
Berkat yang diberikan oleh pemimpin
ibadah melalui penumpangan tangan merupakan suatu media yang akan menguatkan
iman jemaat setelah mengikuti peribadahan dalam jemaat Tuhan. Dalam hal ini,
doa berkat yang disampaikan oleh pemimpin ibadah memberikan suatu ‘efek’ yang
bersifat gaib kepada jemaat.
Melalui
penumpangan tangan pemimpin ibadah, jemaat dapat mendeskripsikan di dalam hati
dan pikirannya masing-masing tentang bagaimana Allah diharapkan untuk menolong
jemaat dalam kehidupan sehari-harinya, mengharapkan penguatan iman oleh Allah
serta bagaimana Allah menyertai seluruh kehidupan jemaat, dan bagaimana Allah
diharapkan untuk mencondongkan wajah-Nya kepada jemaat untuk meminta kepedulian
dan kasih Allah terhadap jemaat.
Hal ini akan menjadi penguatan yang sangat menolong untuk iman jemaat, sehingga mereka menyadari bahwa Tuhan ada dan hadir untuk mereka, agar mereka dapat melakukan kehendak Tuhan.
IV.
Kesimpulan
Ibadah adalah suatu inisiatif Allah
dan umat diundang untuk turut merayakannya. Ibadah pertama-tama bukanlah
inisyatif manusia melainkan tindakan perdamaian Allah dalam Kristus melalui
RohNya. Oleh kekuatan Roh Kudus gereja sebagai tubuh Kristus dapat menawarkan
ibadah yang mempunyai suka cita, sebagai tindakan dari Allah dan yang ditujukan
kepada Allah sendiri. Sebagai orang percaya yang memiliki iman maka umat
terlibat secara aktif sebagai respons atas tindakan Allah tersebut. Manusia terlibat
dalam ibadah sebagai respons atas segala perbuatan Allah yang menakjubkan dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Nyanyian, doa-doa dan perbuatan hidup menjadi
unsur ibadah yang tidak pernah terpisahkan. Inti ibadah ialah segala kemuliaan
dan hormat hanya bagi Allah saja di dalam nama Yesus Kristus.
V.
Daftar
Pustaka
1.
Abineno, J.L.Ch. Doa
Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1997
1.
Guthrie, Donald Teologi
Perjanjian Baru 2, Jakarta: BPK-GM, 2006
2.
Lasor, W.S Pengantar
Perjanjian Lama 1, BPK-GM, 2000
3.
Manton, M.E. Kamus
Istilah Teologi Inggris-Indonesia, Malang: Gandum Mas, 1995
4.
Mawena, Martinus Th Teologi Kemerdekaan, Jakarta: BPK: GM,
2004
5.
Purnomo, Aloys B. Menerapkan
Iman dalam Ibadah dan Doa Bersama, Medan: Bina Media, 2000
6.
Rachman, Rasid Hari
Raya Liturgi, Jakarta: BPK-GM, 2005
7.
Rowley, H.H. Ibadat Israel Kuna, Jakarta: BPK-GM, 981
8.
Vriezen, Th. C. Agama
Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM, 2003
9.
White, James F. Pengantar
Ibadah Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2002
10. Agenda HKBP
11. Ensiklopedi Masa Kini Jilid I
A-L, Jakarta: Yayasan Kounikasi Bina
Kasih/OMF, 2004
12. Ensiklopedi Masa Kini Jilid II
M-Z, Jakarta: Yayasan Kounikasi Bina
Kasih/OMF, 2004
13.
Asri Sutanto, Ester, Liturgi
Meja Tuhan, (ed.) Ioanes Rakhmat, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT
Jakarta, cet.1, 2005
14.
D.C. Mulder, Iman dan Ilmu
Pengetahuan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet.10,1997
15.
De Jong, S. Khotbah: Persiapan,
Isi, Bentuk, (terj.) A.A Soetikno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. 15, 2004
16.
Napel, Henk Ten, Kamus Teologi
(Inggris-Indonesia), Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. 5, 1999
17.
Tappert, Theodore G. Buku Konkord,
Konfessi Gereja Lutheran, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, cet. 10, 2004
18.
White, James F., Pengantar
Ibadah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. 1, 2002
19.
YKBK, Ensiklopedi Alkitab Masa
Kini Jilid I, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, cet. 6, 2002
20.
YKBK, Ensiklopedi Alkitab Masa
Kini Jilid II, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, cet. 5, 2003
[1] Theodore G. Tappert, Buku Konkord, Konfessi Gereja Lutheran (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 330-331.
[5] James
F. White, Introduction to Christian
Worship (Nashville:Abingdon, 1980), hlm. 31 dst. Diterbitkan dalam bahasa
Indonesia, Pengantar Ibadah Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002)
[13] Henk ten Napel, Kamus Teolog: Inggris-Indonesia (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1999), hlm. 177
[14] Pernah disampaikan oleh Pdt. W.F. Simamora, M.Th, dalam mata kuliah
Liturgika (STT HKBP-Kamis, 2 Februari 2006)
[15] op.cit, hlm. 319
[16] ibid, hlm. 331
[17] YKBK, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (Jakarta: YKBK,
2003), hlm. 249.
[18] ibid, hlm. 252
[19] J.L. Ch. Abineno, Sekitar Theologia Praktika, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1984), hlm. 270.
[20] James F. White, Pengantar Ibadah Kristen (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002). hlm. 102-103.
[21] S. de Jong, Khotbah,Persiapan-Isi-Bentuk (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2004), hlm. 11-14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar